Latest News
Pertama, mengkhususkan Akhlak. Ketika kebobrokan akhlak merajalela, maka diutuslah seorang nabi untuk mengatasinya. Dalam konteks Arab—tempat kelahiran Nabi, memang terjadi kemunduran moral yang luar biasa: anak-anak wanita dikubur hidup-hidup, perebutan dominasi antar kabilah dan beragam penindasan yang dialami oleh khalayak kecil dan lain-lain.

Untuk itulah, diangkatnya Muhammad menjadi nabi agar menjadi teladan (uswah hasanah) dan mengajari cara menjadi manusia, yang memanusiakan insan lainnya. Lebih dari itu, tujuan nabi untuk menyempurnaan akhlak tidak terbatas bagi bangsa Arab belaka, tapi semua umat manusia. Maka dari itu, telah selayaknya kita sebagai umat Muhammad senantiasa menyebarkan islam ramah.

1. Hal pertama yang harus dicermati, menurut keterangan dari Prof. Nadirsyah Hosen, tugas utama diutusnya Nabi Muhammad SAW ke bumi bukanlah menaklukkan dunia maupun mengislamkan semua umat manusia. Lebih dari itu, tujuan utama nabi ialah menebar rahmat dan menyempurnakan akhlak manusia (Baca: Misi utama Nabi Muhammad bukan untuk islamkan dunia). Terkait urusan ini, tidak sedikit hadis yang mengaku bagaimana akhlak ini menjadi tujuan utama, layaknya dua hadis berikut:

نما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق

”Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang sholeh”. (HR: Bukhari dalam shahih Bukhari kitab adab, Baihaqi dalam kitab syu’bil Iman dan Hakim).




2. Lebih mementingkan orang lain dibanding diri sendiri. Hal ini merupakan cara sederhana yang dapat kita kerjakan untuk minimal meniru Nabi. Banyak sekali hal-hal kecil di sehari-hari yang dapat kita lakukan, misalnya, tidak menyelak dalam suatu antrian, mendahulukan orang yang lebih tua dalam kendaraan umum dan lain, turut serta meramaikan masjid di dekat rumah dan sebagainya. Walaupun kecil, namun hal-hal itu dapat membuat kita menjadi individu yang berguna, seperti kata Nabi.

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ


“Orang yang paling disukai oleh Allah ‘Azza wa jalla ialah yang paling tidak sedikit memberi manfaat untuk oranglain. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abid-Dunya dengan sanad hasan).


3. Ketiga, senantiasa belajar. Nabi Muhammad terlahir sebagai seorang Ummi (buta huruf) tapi itu tidak menghalanginya untuk senantiasa belajar. Banyak sekali anjuran untuk senantiasa belajar dan bagaimana Allah menyanjung orang berilmu (QS Almujadilah/58;11) dan cara ini yang dapat lebih mendekatkan diri kita pada nabi. Bahkan, beliau menciptakan analogi, barang siap yang teguh belajarnya, maka bahwasannya sudah mendekati beliau.

عَنِ الْحَسَنِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ جَاءَهُ الْمَوْتُ وَهُوَ يَطْلُبُ الْعِلْمَ لِيُحْيِيَ بِهِ الْإِسْلَامَ فَبَيْنَهُ وَبَيْنَ النَّبِيِّينَ دَرَجَةٌ وَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ

Rasulullah bersabda: Siapa yang meninggal dan ia sedang mencari ilmu untuk mengembangkan ajaran Islam, maka antara dia dan Rasulullah satu tingkatan saja di surga.



Cr. Islami.co

0 Response to " "